Gus, andai panjenengan masih
hidup aku harap tidak ada air mata.
Tidak ada kegalauan dan kegusaran melihat situasi
sekarang.
Kami mampu menyelesaikan urusan saat ini.
Untuk Almaghfiroh Gus Dur, nyuwun
sewu bila aku lancang membangun keasyikan panjenangan bercengkerama dengan
Gusti Allah di alam barzah. Gus, aku mau mengadu tentang negerimu yang makin
semrawut ini.
Gus, sehari lalu tempat pengajian
ummat Syiah di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang Madura.
Warga syiah diusir dari rumah tinggalnya. Kenapa ini terjadi Gus? Keberadaan
pemimpin negeri ini seperti tidak adanya.
Gus, natalan kemarin juga jadi
cerita pilu bagi warga GKI Yasmin Bogor. Mereka tak bisa merayakan natal karena
gereja masih digembok sama walikota Bogor. Kenapa ini terjadi Gus? Keberadaan
pemimpin negeri ini seperti tidak adanya.
Gus, 24 Desember lalu juga
terjadi pembunuhan rakyat Bima dalam konflik agraria. Kenapa ini terjadi Gus?
Keberadaan pemimpin negeri ini seperti tidak adanya.
Gus, enam bulan silam juga
terjadi konflik tanah di Mesuji yang menewaskan ummat kita. Kenapa ini terjadi
Gus? Keberadaan pemimpin negeri ini seperti tidak adanya.
Gus, aku capek kalau harus
membuat daftar kasus-kasus negeri ini. Aku tak akan sanggup menuliskannya.
Bahkan hingga tangan dan otak ini lemot, tak akan bisa menjelaskannya. Terlalu
banyak kasus yang tak jelas akhir ceritanya.
Gus, panjenangan mengajarkan
tentang mencintai Indonesia dengan segala keragamannya, mengutamakan
kepentingan yang lebih besar, namun tetap memberikan perhatian dan empati yang
mendalam kepada para pihak yang dianggap kecil dan tertindas. Namun ajaran
panjenangan ini tak laku Gus. orang lebih senang main pokrol, main kayu, main
besi dengan kekuasaannya yang menindas.
Gus, panjenangan mengajarkan Islam yang inklusif. Islam yang dipegang teguh sampai mati tapi saat yang sama menyantuni orang yang berbeda keyakinan. Namun ajaran panjenangan itu tak laku Gus. Orang lebih suka membunuh orang yang berkeyakinan lain, yang berbeda cara berdoanya, beda amalan fiqhnya ketimbang menghormati manusia dan kemanusiaan ciptaan Gusti Allah itu.
Gus, panjenangan mengajarkan agar belajar Islam bukan cuma syariatnya. Bukan cuma huruf hijaiyah dan kisah heroik dalam dongeng Al Qur'an Hadits tapi pada makna dan latar tiap ayat. Namun ajaran panjenengan itu tak laku Gus. Banyak kaum kita yang lebih suka mengafirkan orang lain. Sementara tak pernah ada cerita mengafirkan diri sendiri. Pikiran kotor tak pernah disadari.
Gus, panjenangan mengajarkan jangan mudah terbujuk angkara murka dunia. Mudah iri dengki melihat kesuksesan orang lain. Namun ajaran panjenangan tak laku Gus. Banyak kaum kita yang gelap mata, gelap hati dan merusak hati dan pikiran sendiri.
Gus, panjenangan mengajarkan Islam yang inklusif. Islam yang dipegang teguh sampai mati tapi saat yang sama menyantuni orang yang berbeda keyakinan. Namun ajaran panjenangan itu tak laku Gus. Orang lebih suka membunuh orang yang berkeyakinan lain, yang berbeda cara berdoanya, beda amalan fiqhnya ketimbang menghormati manusia dan kemanusiaan ciptaan Gusti Allah itu.
Gus, panjenangan mengajarkan agar belajar Islam bukan cuma syariatnya. Bukan cuma huruf hijaiyah dan kisah heroik dalam dongeng Al Qur'an Hadits tapi pada makna dan latar tiap ayat. Namun ajaran panjenengan itu tak laku Gus. Banyak kaum kita yang lebih suka mengafirkan orang lain. Sementara tak pernah ada cerita mengafirkan diri sendiri. Pikiran kotor tak pernah disadari.
Gus, panjenangan mengajarkan jangan mudah terbujuk angkara murka dunia. Mudah iri dengki melihat kesuksesan orang lain. Namun ajaran panjenangan tak laku Gus. Banyak kaum kita yang gelap mata, gelap hati dan merusak hati dan pikiran sendiri.
Gus, panjenangan mengajarkan
kalau yang namanya kesalehan itu diukur oleh kejernihan hati karena ilmu yang
mendalam. Tapi betapa beratnya menjadi thariqat, ma'rifat dan hakihat
dalam satu unsur senyawa yang sama. Namun ajaran panjenangan tak laku karena
kesalehan itu diukur oleh sorban, gamis putih dan berdoa dengan toa secara
keras.
Gus, di akhir surat ini aku mau
tanya. Panjenangan sering bicara kalau kita harus berdekatan dengan Gusti
Allah: bercengkerama dengan Gusti Allah siang dan malam dengan segala tirakat,
riyadhoh, zikir dan pujian, maka hidup akan tenteram. Dengan begitu, kata
panjenengan, hidup jadi sabar dan narimo walau pas-pasan.
Panjenangan bilang kalau Gusti
Allah bakal mengangkat derajat kita di akhirat kalau selama hidup berbuat baik,
meski hidup sengsara secara fisik namun mulia derajat di sisi Allah. Apa semua
itu bener Gus sudah panjenangan alami sendiri?
Gus, kami rindu uraianmu,
pandangan-pandanganmu tentang dunia santri dan kiai, tentang membumikan
ajaran Islam, tentang demokrasi, tentang negara Pancasila, tentang
keberagaman agama, tentang kemanusiaan secara luas. Juga guyonanmu yang melecut
isi kepala.
Gus, andai panjenengan masih
hidup aku harap tidak ada air mata, kegalauan dan kegusaran melihat situasi
sekarang. Kami mampu menyelesaikan urusan saat ini. Tangan bergandengan lebih
mudah membereskan pekerjaan rumah ketimbang dua tangan.
Gus, salam untuk Gusti Allah,
malaikat dan penghuni surga yang lain..
Matur sembah nuwun, njih gus...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulisan ini adalah hasil kesimpulan bacaan dari beberapa sumber media> Monggo silahkan berkomentar. Salam