Sabtu, 28 April 2012

In-Efisiensi BBM Berusbsidi, Pemerintah Tidak Disiplin

Senin, 27 Februari 2012

Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia yang dipengaruhi oleh  kenaikan harga minyak mentah dunia pada harga 120 dolar per barel dimaklumi oleh banyak kalangan. Pemerintah beralasan bahwa, bila harga BBM tak dinaikkan, maka APBN bisa collaps dan program pembangunan akan terhambat.
Namun, alibi pemerintah yang menyatakan bahwa pembangunan akan terhambat lantaran subsidi BBM yang terlalu memberatkan APBN tidak selamanya benar. Sebab subsidi tetap penting diberikan terutama kepada masyarakat nelayan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, yaitu mengendalikan inflasi yang didorong oleh administered price (barang yang harganya dikendalikan oleh pemerintah).
Di sisi lain, inefisiensi dan ketidak disiplinan pemerintah dalam pengelolaan subsidi energi menjadi pemicu pembengkakan subsidi, hal tersebut berdampak dan menyebabkan kontribusi APBN terhadap pembangunan ekonomi Indonesia sangat minim. Hal lain yang perlu dicermati adalah kegagalan pemerintah dalam melakukan perombakan dan reformasi birokrasi. Sejauh ini, buruknya penataan birokrasi pemerintahan hanya menjadi ruang bagi adanya praktik korupsif dan manipulatif sehingga peran APBN dalam pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan semakin kecil dan sangat terhambat.
BBM Bersubsidi Untuk Nelayan
Berkaitan dengan rencana kenaikan harga BBM, kenaikan harga solar menjadi Rp 4.500 per liter dari sebelumnya Rp. 4.300 per liter dipastikan akan menambah beban hidup dan operasional para nelayan, karena selama ini bahan bakar menyumbang 50%-60% biaya nelayan. Tekanan ekonomi nelayan akan semakin sulit sejalan dengan kenaikan biaya operasional serta kebutuhan dasar lain seperti pangan, papan, pendidikan dan kesehatan.
Lemahnya komitmen pembangunan di sektor kelautan membuat warga di desa dan kawasan pesisir masih dilanda kemiskinan akut. Pembangunan di sektor ini sama sekali belum mencapai target kesejahteraan, apalagi memberi kontribusi bagi perekonomian daerah. Padahal undang-undang yang mengatur sektor kelautan maupun pembangunan pesisir jelas mendorong peningkatan kesejahteraan para nelayan di kawasan pesisir.
Ironisnya, penyalahgunaan BBM bersubsidi untuk nelayan tradisional oleh pelaku industri marak terjadi karena Peraturan Presdien No. 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM tertentu tidak sedikitpun menyinggung permaslahan tersebut. Faktanya, banyak oknum aparat pemerintah yang nakal menimbun stok BBM bersubsidi untuk para nelayan tradisional. Mereka juga mempersulit nelayan untuk memperoleh subsidi melalui mekanisme izin dan retribusi.
Selain itu, pendistribusian BBM bagi nelayan tradisional tidak pernah tersedia secara berkelanjutan. Nelayan tradisional justru dikriminalisasi atas tuduhan penimbunan BBM karena melakukan pembelian BBM dengan menggunakan drum atau jirigen di SPBU.
Alibi pertumbuhan konsumsi BBM dan efisiensi anggaran negara tidak boleh menjadi alasan bagi berkurangnya alokasi BBM bersubsidi bagi nelayan tradisional. Sebab tujuan dari pembangunan adalah terciptanya kesejahateraan serta terpenuhinya taraf hidup masyarakat, yaitu ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Oleh karena itu, sebagai anggota Komisi VII Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI yang memiliki komitmen serta kepedulian terhadap keberlangsungan hidup masyarakat nelayan (pesisir), saya menghimbau kepada pemerintah agar seluruh nelayan tetap mendapatkan harga BBM bersubsidi dan tidak ada kenaikan harga.
Dengan tetap memberikan subsidi bagi para nelayan, berarti kita turut serta mendukung dan peduli dalam mendorong keberlangsungan mata pencaharian  masyarakat nelayan tradisional serta mendorong tercapainya proses pembangunan kesejahteraan secara berkelanjutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulisan ini adalah hasil kesimpulan bacaan dari beberapa sumber media> Monggo silahkan berkomentar. Salam